Bagaimana C4C mengurai persepsi publik tentang efisiensi energi
Klien
Tahun:
Tara Climate Foundation
2021 - 2022
Apa yang sebenarnya dimaksud orang saat mereka mengatakan ingin menjadi hemat energi? Apakah keinginan ini terkait dengan kesadaran akan perubahan iklim, atau karena motivasi ekonomi? Selain itu, bagaimana kita bisa mendorong masyarakat untuk mengadopsi perilaku hemat energi?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, sekaligus mendorong kebiasaan hemat energi di level rumah tangga, Communication for Change (C4C), dengan dukungan TARA Climate Foundation, melakukan penelitian kualitatif mendalam. Studi ini bertujuan untuk mengungkap alasan-alasan yang melatarbelakangi keputusan konsumen Indonesia dalam membeli dan menggunakan AC (Air Conditioner) untuk keperluan rumah tangga.

Berikut adalah 4 temuan utama kami yang dapat dipertimbangkan dalam menyusun strategi intervensi agar masyarakat lebih memilih AC hemat energi di rumah, demi mendukung tujuan lingkungan. Keempat temuan tersebut adalah:

Konsumen kesulitan mengevaluasi pilihan saat membeli AC

Penelitian kami menunjukkan bahwa konsumen memiliki kriteria spesifik dalam memilih AC, dan hemat listrik atau “low watt” adalah salah satunya (lihat Tabel 1). Namun, pengetahuan mereka yang terbatas tentang spesifikasi AC, serta pengaruh dari penjual, membuat mereka sulit mengevaluasi opsi yang tersedia dengan efektif.
Tabel 1. Urutan kriteria konsumen saat membeli AC sebelum berbicara dengan penjual
Sebagian besar konsumen akan memulai dengan menjadikan “hemat energi” sebagai salah satu kriteria utama saat membeli AC. Alasannya adalah untuk menghemat biaya dan menghindari pemborosan listrik.

Konsumen menganggap “hemat energi” sama dengan “hemat listrik” dan percaya bahwa cara terbaik menghemat listrik adalah dengan memilih AC “low watt” — idealnya di bawah 400W, dengan 300W sebagai pilihan paling diinginkan.

Lebih lanjut, pembeli kerap tidak bisa membedakan antara AC "inverter" dan "low watt", sehingga menganggap keduanya sama. Mereka tidak yakin tipe apa yang mereka beli—hanya percaya bahwa itu adalah unit "hemat listrik", dengan mengandalkan klaim penjual.

Selain itu, pemahaman penjual tentang logo efisiensi energi yang dikembangkan pemerintah juga bervariasi. Beberapa penjual mengenal logo bintang Energy Efficiency Ratio (EER), tetapi kebanyakan tidak ingat angka atau arti dari logo lainnya (lihat Tabel 2).
Tabel 2. Pemahaman terhadap logo efisiensi energi
Berdasarkan temuan di atas, intervensi yang disarankan adalah menyediakan “panduan pembelian” yang dapat membantu pembeli membuat keputusan yang lebih tepat. Panduan pembelian adalah kuesioner singkat tentang keinginan, kebutuhan, atau masalah konsumen. Berdasarkan jawaban konsumen, panduan ini akan merekomendasikan item tertentu untuk pembeli.

Alat pemilihan untuk komputer pribadi dari Microsoft adalah contoh panduan pembelian yang baik. Sayangnya, panduan pembelian masih jarang di Indonesia. Kita perlu mendorong produsen dan pengecer untuk menyediakan panduan pembelian AC hemat energi yang lebih mudah diakses.

Penjual tidak memperoleh insentif saat menawarkan AC hemat energi

Meskipun banyak konsumen menginginkan AC hemat energi, mereka sering kali berakhir membeli model standar. Ketiadaan insentif bagi penjual untuk penjualan unit AC hemat energi menjadi salah satu alasannya. Walau penjual telah menekankan aspek efisiensi energi karena tahu hal ini penting bagi konsumen, bonus mereka tidak terkait dengan penjualan ini.

Selain itu, penjual juga berusaha untuk mengurangi keluhan dan pengembalian barang dari pelanggan, yang sering terjadi dalam kebijakan garansi toko di Indonesia. Mengingat masalah umum adalah AC tidak cukup cepat mendinginkan ruangan, penjual sering mendorong pembeli untuk mengutamakan "pendinginan cepat" sebagai kriteria utama saat memilih unit AC.

Untuk mengatasi hal tersebut, kami merekomendasikan skema insentif yang memberikan penghargaan kepada penjual yang berhasil menjual lebih banyak AC hemat energi. Dengan begitu, motivasi mereka bisa sejalan dengan keinginan konsumen untuk menghemat energi. Skema ini dapat dirangkum sebagai berikut: “semakin banyak bintang (dari logo EER) yang Anda jual, semakin banyak bonus yang Anda terima.”

"Bias saat ini" menyulitkan pengguna menghemat pemakaian AC di rumah

"Bias saat ini" atau present bias mengacu pada kecenderungan orang untuk lebih memilih hadiah kecil yang langsung diterima daripada hadiah besar yang datang belakangan. Konsep ini menjelaskan mengapa kita sering memilih kepuasan instan, seperti menekan tombol snooze untuk tidur lebih lama, daripada bangun pagi untuk hari yang produktif.

Konsumen menyadari bahwa menggunakan peralatan rumah tangga secara efisien dapat menurunkan tagihan listrik dan tahu strategi untuk mencapainya, seperti membatasi penggunaan AC pada jam tertentu. Namun, catatan penggunaan dari penelitian kami menunjukkan adanya kesenjangan antara pengetahuan ini dan perilaku nyata.

Bias saat ini menjelaskan mengapa pengguna ragu untuk menunda menyalakan AC atau mengikuti jadwal "nyala dan mati", meski mereka tahu hal itu bertentangan dengan tujuan berhemat. Keinginan untuk menghilangkan ketidaknyamanan saat ini lebih kuat daripada manfaat di masa depan dari tagihan listrik yang lebih rendah. Selain itu, konsumen percaya bahwa menyalakan AC berkali-kali akan mengonsumsi lebih banyak listrik.

Teknologi AC pintar dapat membantu konsumen mengatasi bias saat ini. Banyak orang merasa bingung dengan remote AC tradisional, tetapi AC yang dikendalikan melalui smartphone memungkinkan pengguna mengatur perangkat dari mana saja, sehingga lebih mudah menggunakan fungsi timer. Selain itu, fitur sensor dapat secara otomatis mematikan AC ketika tidak ada gerakan yang terdeteksi.

Tidak ada norma sosial yang mendorong perilaku hemat energi

Dalam budaya kolektif, norma sosial sering kali mendorong kesadaran akan penggunaan sumber daya dan dampaknya terhadap orang lain. Misalnya, filosofi Swedia "lagom," yang berarti "cukup untuk saya," mendorong gaya hidup yang menekankan hanya memiliki apa yang diperlukan.

Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi responden Indonesia untuk berperilaku hemat energi masih berfokus pada keuntungan pribadi. Tujuan utama responden adalah mengurangi tagihan listrik, yang mereka anggap sebagai hasil paling nyata dari upaya hemat energi.

Dengan menggunakan teknik proyektif pemilihan gambar, penelitian kami mengungkapkan bahwa beberapa responden menyadari pentingnya kolaborasi antara produsen dan konsumen dalam menghemat energi. Namun, kesadaran ini tidak diterjemahkan menjadi perilaku nyata tanpa sanksi sosial, seperti ketidaksetujuan yang dirasakan dari orang lain. Ketidaksetujuan orang lain menjadi sanksi sosial yang efektif karena norma sosial membuat orang membentuk harapan normatif.

Jika kita bisa membangun harapan normatif mengenai penggunaan energi yang bijaksana, perilaku tersebut bisa menjadi norma sosial. Ini dapat dicapai melalui berbagai cara, termasuk kampanye publik. Selain kampanye publik, perbandingan sosial juga dapat membantu menetapkan norma sosial dengan memungkinkan individu mengamati perilaku orang lain. Misalnya, PLN dapat memberi tahu pelanggan tentang konsumsi energi mereka dibandingkan dengan tetangga. Jika penggunaan pelanggan di bawah rata-rata lingkungan, PLN bisa mengirimkan umpan balik positif yang menekankan reputasi sosial mereka daripada keuntungan pribadi.

Penelitian ini mengintegrasikan berbagai perspektif dari berbagai wilayah

Penelitian ini mengumpulkan wawasan dari penjual, pembeli, dan pengguna dari kota-kota besar, yaitu Jakarta, Surabaya, dan Medan. Lebih lanjut, kota-kota tersebut juga memiliki konsumsi energi rumah tangga yang tinggi.

Pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah:

  1. Apa yang dimaksud konsumen Indonesia ketika mereka berbicara tentang “hemat energi” dalam membeli peralatan elektronik?
  2. Apakah benar bahwa penghematan di masa depan dalam tagihan listrik lebih penting daripada biaya awal yang lebih tinggi?
  3. Apa yang kita ketahui tentang bagaimana penjual memahami dan “menjual” efisiensi energi?
  4. Apa hubungan antara iklan, program ritel, dan perilaku tenaga penjual?
  5. Apa yang dilakukan konsumen Indonesia ketika merasa mereka telah menghemat energi?
  6. Apakah ada budaya setara dengan ‘lagom’ di Indonesia?

Penelitian ini menggunakan berbagai metode kualitatif seperti:

  • Wawancara mendalam: Bertujuan untuk menangkap pengalaman dan persepsi pribadi secara detail.
  • FGD (Focused Group Discussion): Bertujuan untuk memahami sikap dan kepercayaan bersama dalam komunitas.
  • Pembeli misterius: Bertujuan untuk memahami bagaimana penjual mempromosikan unit AC dan apakah efisiensi energi termasuk dalam promosi tersebut.
  • Catatan penggunaan: Bertujuan untuk mencatat kebiasaan konsumsi energi peserta dari waktu ke waktu.

C4C dapat membantu Anda atau organisasi Anda menciptakan perubahan melalui penelitian dan komunikasi strategis

Merancang intervensi untuk berbagai isu, baik sosial maupun lingkungan, memerlukan penelitian yang ketat dan strategi komunikasi yang baik, serta kreativitas. Jika Anda tertarik untuk belajar lebih lanjut, jangan lupa untuk menjadwalkan konsultasi gratis selama 1 jam dengan C4C!
Tertarik dengan program serupa?
Atur janji bicara