Buat saya, budaya adalah hal-hal yang kita lakukan saat tidak ada yang melihat (“
things you do when nobody is watching”). Artinya, jika akuntabilitas terwujud dalam budaya perusahaan, maka setiap saat semua anggota tim C4C tahu tugas atau
output apa yang menjadi tanggung jawabnya —tanpa perlu ada yang mengawasi. Tanpa harus diingatkan, mereka pun tahu bahwa setiap keputusan atau tindakan selalu membawa konsekuensi ke perusahaan dan akhirnya ke diri sendiri, baik positif maupun negatif.
Lalu bagaimana cara C4C memastikan budaya akuntabilitas dipraktikkan sehari-hari? Itulah gunanya protokol.
Akuntabilitas dipraktikkan lewat protokolYang saya maksud protokol adalah tata cara dalam bekerja dan berkomunikasi. Beberapa orang mungkin menggunakan istilah
standard operating procedure (SOP), tapi terus terang saya tidak tahu apa bedanya.
Ada beberapa protokol yang akan saya perkenalkan di sini. Yang pertama adalah untuk setiap
output atau
deliverable perusahaan (misalnya dokumen strategi, rencana kampanye, konten media sosial), harus jelas siapa pemiliknya (
owner), siapa peninjaunya (
reviewer), dan jika dirasa perlu, siapa kontributornya. O
wner bertanggung jawab atas eksekusi penyelesaian
output agar tepat waktu dan sesuai anggaran, sementara
reviewer (biasanya lebih senior) bertanggung jawab atas kualitas hasilnya. Tidak ada lagi yang namanya gotong-royong atau kerja kelompok atau
collective collegial, karena akan membaurkan tanggung jawab.
Selanjutnya, harus ada kesepakatan sejak awal antara
reviewer dan
owner tentang kriteria sebuah
output dinyatakan selesai dan memenuhi standar. Selain itu, harus juga disepakati kapan saja dan berapa kali
reviewer akan memeriksa pekerjaan
owner. Di C4C, berlaku motto “
review early, review often”. Artinya, jangan menunggu terlalu lama untuk memeriksa, dan buat
checkpoint sesering mungkin. Namun jangan menginterupsi
owner untuk memeriksa kerjanya di luar kesepakatan, karena ini yang namanya
micromanaging. Selain itu,
reviewer harus memberi umpan balik atau koreksi ke
owner secepat mungkin, sejelas mungkin, dan sejujur mungkin.
Di luar pengerjaan
output untuk proyek, kami juga punya protokol rutin lain:
- Tiap Jumat sore, kami akan melakukan end-of-week meeting lewat videokonferensi. Isinya adalah menginventaris apa saja yang berhasil dicapai di tiap proyek, output atau tugas apa yang tidak berhasil diselesaikan, dan apa saja yang perlu dikerjakan minggu depan. Biasanya juga ada perayaan kecil untuk keberhasilan atau pujian untuk pekerjaan yang bagus.
- Tiap Senin siang, kami akan melakukan start-of-the-week meeting. Dulu sebelum pandemi kami melakukannya setelah makan siang bersama, namun sekarang hanya bisa lewat videokonferensi. Kami akan membahas arus kas perusahaan. Selanjutnya kami akan membahas apa saja yang akan dikerjakan tiap anggota tim tiap hari dalam satu minggu ke depan. Di sinilah kami punya kesempatan untuk mengatur ulang beban kerja jika ada yang terlalu sibuk atau ada yang punya banyak down time.
- Tiap pagi sampai sebelum jam 10, setiap orang akan melakukan check-in singkat lewat aplikasi chat. Dia akan menuliskan tugas atau tenggatnya hari ini. Selain itu, dia boleh menyebutkan kapan dia tidak akan bisa dikontak oleh rekan kerjanya. Terakhir, semenjak wabah, kami juga berbagi status kesehatan fisik dan suasana psikologis kami. Ini adalah penanda bahwa jam kerja hari itu sudah dimulai.
- Tiap malam (kalau bisa sebelum jam 7), setiap anggota tim biasanya melakukan check-out tentang apa saja yang sudah berhasil dia selesaikan, hambatan apa yang dia temui, atau perkembangan baru apa saja yang terjadi. Ini pun berlangsung lewat aplikasi chat. Kalau mau, anggota tim boleh memberi penilaian harinya, dalam skala 1 (sangat buruk) sampai 5 (sangat gemIlang). Namun hal yang terpenting dari daily check-out adalah mengumumkan ke diri sendiri dan kolega bahwa hari kerja sudah berakhir.
Protokol lainnya yang penting adalah protokol komunikasi:
- Di satu ekstrim, jika benar-benar genting, gunakan telepon untuk menghubungi atasan.
- Di ekstrim lainnya, gunakan email jika anggota tim tidak mengharapkan respons yang segera (6 sampai 24 jam) dari si penerima. Kami tidak mengharapkan email akan dibalas sesudah jam 7 malam dan sebelum jam 9 pagi.
- Di antara kedua ekstrim itu, kami berkomunikasi menggunakan aplikasi chat khusus yang bukan WhatsApp, atau jika dirasa perlu lewat videokonferensi.
Itulah contoh-contoh protokol yang berlaku di C4C. Terakhir, protokol menjadi lebih mudah dilakukan secara konsisten jika dibantu aplikasi yang tepat.
Akuntabilitas dipraktikkan lewat protokolKami memandang aplikasi sebagai alat bantu untuk menegakkan protokol. Aplikasi yang harus mengikuti cara kerja kami, dan bukan aplikasi yang mengatur kita.
Contohnya adalah dalam protokol komunikasi. Kami menggunakan Google Chat dan Google Meet atau Zoom. Penting buat kami bahwa aplikasi
chat punya fitur ruangan atau saluran yang berbeda untuk tiap proyek. Selain itu, integrasi dengan aplikasi lain juga penting.
Contoh lain aplikasi hanyalah pendukung protokol adalah dalam mengolah
output. Saya setuju Buddha bahwa “
attachment is the root of suffering”, walau apa yang beliau maksud dengan “
attachment” beda dengan saya. Kami menghindari lampiran di email karena ini menyulitkan
version control. Bagaimana jika ada masukan dari beberapa kontibutor yang bekerja dengan
file di komputer masing-masing? Karena itulah kami biasanya menggunakan aplikasi berbasis
cloud yang memudahkan kolaborasi, seperti G Suite, Office 365, Beautiful.ai (untuk desain
slideshow), Lucid Press (untuk
desktop publishing), Jurnal.ID (untuk pembukuan).
Semua protokol
check-in dan
check-out kami —termasuk
task assignment dan
workload management— dibantu oleh aplikasi ClickUp. Kami tidak menyarankan anggota tim memulai hari kerja dengan memeriksa email. Yang disarankan adalah memulai hari dengan melihat tugas hari ini di ClickUp.
Bagaimana dengan karakteristik pegawai?Di sinilah beda terbesar antara situasi C4C dan situasi mereka yang mendadak menerapkan kerja jarak-jauh. Karena sejak awal sudah tahu akan menerapkan gaya ini, maka kami pun merekrut mereka yang kami nilai punya disiplin diri yang tinggi. Saya percaya kalau kita menghabiskan banyak waktu untuk mendisiplinkan seorang bawahan, saya salah dalam merekrutnya. Sementara saya paham organisasi yang mendadak harus kerja jarak-jauh tidak punya kemewahan ini.