Membantu mendorong transisi energi Indonesia dengan merumuskan ulang narasi rekomendasi kebijakan
Klien:
Tahun:
SUSTAIN (Yayasan Kesejahteraan Berkelanjutan Indonesia)
2024
Publikasi dari berbagai think tanks sering kali bersifat komprehensif, terdiri dari banyak halaman dan menggunakan bahasa teknis. Meskipun dokumen-dokumen ini dirancang untuk memberikan masukan kebijakan dan mencerminkan riset yang mendalam, tidak semua pemangku kepentingan, seperti anggota legislatif, pelaku bisnis, pejabat daerah, atau bahkan masyarakat umum, memiliki waktu, latar belakang, atau motivasi untuk memahami isi dokumen dalam bentuk aslinya.

Selain itu, setiap kelompok pemangku kepentingan memiliki prioritas, insentif, dan tingkat pengaruh yang berbeda-beda. Di sinilah peran C4C menjadi penting. Kami membantu think tanks menerjemahkan riset mereka ke dalam format yang lebih mudah diakses dan ditargetkan secara spesifik, seperti presentasi singkat, video infografik, atau ringkasan kebijakan yang padat dan jelas. Yang lebih penting lagi, kami menyesuaikan pesan tersebut agar selaras dengan kepentingan dan kekhawatiran dari masing-masing pemangku kepentingan yang ingin disasar. Dengan pendekatan ini, peluang pesan untuk benar-benar didengar dan mendorong tindakan nyata menjadi lebih besar, baik itu dalam bentuk adopsi kebijakan, dukungan pendanaan, maupun kolaborasi lintas sektor.

Pendekatan ini kami bahas lebih lanjut dalam artikel terpisah, di mana kami mengulas hal-hal penting dalam merumuskan ulang dokumen kebijakan serta alasan mengapa rekomendasi kebijakan yang sudah bagus dan berbasis riset seringkali terabaikan oleh para pengambil keputusan.
Kami membantu SUSTAIN (Yayasan Kesejahteraan Berkelanjutan Indonesia) untuk memicu diskusi mengenai rekomendasi kebijakan transisi energi mereka di kalangan pembuat kebijakan dan masyarakat

Transisi energi telah menjadi fokus utama dalam sektor lingkungan, dan pemerintah Indonesia pun telah menetapkan target terkait transisi energi, yang masing-masing menghadirkan tantangan tersendiri. Salah satu hambatan terbesar adalah tekanan ekonomi yang terus berlangsung. Di saat yang sama, Indonesia belum berhasil mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23%, yang saat ini baru berada di kisaran 14–15%. Selain itu, pembaruan komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris dan NDC untuk menunjukkan posisi yang lebih kuat di kancah global juga menjadi prioritas mendesak.

Sebagai salah satu think tank lingkungan di Indonesia yang berfokus pada transisi energi, SUSTAIN telah menyusun rekomendasi kebijakan berbasis bukti yang bertujuan membantu pemerintah mengatasi tantangan ekonomi sekaligus mempercepat agenda transisi energi. Namun, mendapatkan dukungan terhadap rekomendasi tersebut membutuhkan lebih dari sekadar riset yang kuat. Diperlukan komunikasi strategis, yakni dengan merumuskan ulang kebijakan dalam format yang lebih mudah diakses, disesuaikan dengan kepentingan serta insentif para pemangku kepentingan, dan mempertimbangkan konteks politik. Perubahan kebijakan jarang digerakkan hanya oleh bukti, kemauan politik dan konteks situasi memainkan peran yang sangat penting.

Untuk menjawab tantangan ini, SUSTAIN bekerja sama dengan Communication for Change (C4C) dalam merumuskan ulang rekomendasi kebijakan mereka agar selaras dengan prioritas politik para pemangku kepentingan dan disajikan dalam format yang lebih mudah dipahami. Pendekatan ini ditampilkan dalam acara peluncuran kebijakan mereka, yang mendapat liputan media nasional dari Kompas, Tribun, Liputan6, dan banyak lainnya. Langkah ini menjadi titik awal penting dalam memicu diskusi yang lebih luas di kalangan pemangku kepentingan.

Mari kita mulai dengan melihat tantangan utama yang dihadapi SUSTAIN:
Perbedaan kepentingan antara think-tank dan pemangku kepentingan

Agenda utama SUSTAIN adalah mendorong transisi energi di Indonesia melalui kebijakan-kebijakan yang dapat mempercepat pergeseran menuju energi terbarukan dan pembangunan berkelanjutan. Namun, para pembuat kebijakan sering beroperasi dalam lanskap yang kompleks, dipengaruhi oleh prioritas politik yang terus berubah, tekanan ekonomi, dan beragam kepentingan pemangku kepentingan. Akibatnya, agenda mereka tidak selalu sejalan dengan tujuan lingkungan jangka panjang. Sebaliknya, mereka mungkin lebih fokus pada pertumbuhan ekonomi jangka pendek, penciptaan lapangan kerja, keterjangkauan energi, atau stabilitas politik—faktor-faktor yang terkadang justru memperlambat atau mempersulit adopsi kebijakan transisi energi.

Menjembatani kesenjangan ini memerlukan upaya untuk menyelaraskan rekomendasi berbasis bukti dengan realitas politik dan ekonomi yang dihadapi para pengambil keputusan.
Mengembangkan rekomendasi kebijakan adalah satu hal, namun menyampaikannya kepada pemangku kepentingan supaya mendorong tindakan adalah tantangan yang berbeda

Menyusun rekomendasi kebijakan melalui riset yang ketat adalah satu hal, namun menyampaikannya kepada pemangku kepentingan dengan cara yang dapat memperoleh persetujuan, tindak lanjut, atau memicu diskusi yang bermakna adalah tantangan yang sangat berbeda. Bukti yang kuat memang penting, tetapi jarang cukup jika buktinya hanya berdiri sendiri. Para pemangku kepentingan, seperti pembuat kebijakan, pejabat pemerintah, atau pelaku bisnis, bekerja di tengah tekanan waktu, kepentingan yang saling bersaing, dan berbagai pertimbangan politik. Mereka mungkin tidak memiliki waktu, kapasitas, atau motivasi untuk terlibat secara mendalam dengan dokumen teknis yang panjang dan kompleks.

Karena itu, cara sebuah rekomendasi dikomunikasikan menjadi sama pentingnya dengan isi yang disampaikan. Agar memiliki dampak nyata, proposal kebijakan harus dirancang secara strategis: disesuaikan dengan minat dan insentif audiens, selaras dengan konteks politik dan ekonomi saat ini, serta disampaikan dalam format yang jelas, ringkas, dan mudah untuk ditindaklanjuti.

Penyampaian yang efektif bisa menjadi pembeda antara laporan yang hanya berakhir di rak penyimpanan dan kebijakan yang benar-benar mempengaruhi pengambilan keputusan di dunia nyata.
Berdasarkan permasalahan yang telah diidentifikasi, kami mulai merumuskan ulang rekomendasi kebijakan SUSTAIN melalui langkah-langkah strategis berikut:

  • Menjabarkan alur logika kebijakan untuk merumuskan narasi utamanya
Menyusun narasi kebijakan yang efektif bukan sekadar menyederhanakan informasi. Ini membutuhkan pemahaman mendalam atas logika yang mendasari rekomendasi kebijakan, lalu menyusunnya menjadi cerita yang kuat, terstruktur, dan relevan bagi audiens yang dituju.

Proses ini dimulai dengan mengidentifikasi inti persoalan yang ingin diselesaikan oleh kebijakan tersebut, kemudian mengaitkannya dengan kepentingan, nilai, dan insentif dari para pemangku kepentingan utama. Ini mencakup penjelasan hubungan sebab-akibat, sorotan atas kompromi atau trade-off yang mungkin terjadi, serta penegasan mengapa solusi yang ditawarkan tidak hanya berbasis bukti, tetapi juga tepat waktu, dapat dilaksanakan, dan relevan secara politik.

Narasi kebijakan yang kuat tidak hanya menjelaskan apa yang perlu dilakukan, tetapi juga mengapa hal tersebut penting saat ini, siapa yang akan memperoleh manfaat, dan apa risikonya jika tidak ada tindakan yang diambil. Dengan membongkar dan menyusun kembali logika kebijakan agar selaras dengan sudut pandang dan kekhawatiran audiens, pesan yang disampaikan tidak hanya menjadi informatif, tetapi juga mampu mempengaruhi dan mendorong tindakan nyata.
Gambar 1: Slides dari narasi kebijakan SUSTAIN yang dikembangkan C4C
Dalam kasus SUSTAIN, mereka menyadari bahwa pemerintahan yang baru menghadapi tantangan ekonomi yang signifikan, dan hal ini telah mereka tanggapi dalam rekomendasi kebijakan dengan menekankan bagaimana memprioritaskan transisi energi justru dapat mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun, rekomendasi tersebut belum sepenuhnya menjelaskan urgensi untuk memprioritaskan transisi energi di tengah tekanan ekonomi tersebut. Dokumen tersebut belum secara jelas menguraikan risiko yang dapat timbul jika pemerintah tidak mengambil tindakan, maupun potensi insentif dan manfaat yang bisa didapat jika pemerintah memutuskan untuk memprioritaskannya.

Elemen-elemen yang belum tergali ini sangat penting untuk membangun argumen yang meyakinkan bagi para pengambil keputusan. Oleh karena itu, kami berupaya menyoroti kembali elemen-elemen tersebut dalam perumusan ulang narasi kebijakan guna semakin mendorong aksi dari para pembuat kebijakan.
Gambar 2: Slides dari narasi kebijakan SUSTAIN yang dikembangkan C4C
  • Memahami tujuan akhir kebijakan serta para pemangku kepentingannya
Untuk mengomunikasikan sebuah kebijakan secara efektif, penting untuk memahami dua hal utama: tujuan akhir yang ingin dicapai oleh kebijakan tersebut, dan siapa saja yang memiliki kekuasaan atau pengaruh untuk mewujudkan tujuan tersebut. Memahami tujuan akhir berarti melampaui isi teknis dari rekomendasi dan bertanya: Perubahan nyata apa yang ingin diwujudkan oleh kebijakan ini? Apakah untuk mengurangi emisi, menciptakan lapangan kerja hijau, meningkatkan kesehatan masyarakat, atau memperkuat ketahanan energi? Kejelasan mengenai tujuan ini membantu memastikan bahwa seluruh pesan yang disampaikan tetap fokus dan relevan.

Sama pentingnya adalah memahami siapa pemangku kepentingannya. Seperti telah disebutkan sebelumnya, berbagai pemangku kepentingan—seperti pejabat pemerintah, organisasi masyarakat sipil, pelaku bisnis, atau komunitas lokal—memiliki prioritas, batasan, dan tingkat pengaruh yang berbeda-beda. Mengetahui siapa mereka, apa yang mereka pedulikan, serta insentif atau kekhawatiran apa yang mempengaruhi keputusan mereka akan memungkinkan kita menyesuaikan pesan agar lebih mengena dan bermakna bagi masing-masing audiens.

Dalam konteks SUSTAIN, tujuan akhir dari rekomendasi kebijakan mereka adalah penerapan pungutan terhadap perusahaan tambang batu bara di Indonesia. Pungutan ini diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi pemerintah yang dapat digunakan untuk mempercepat transisi energi.

Dengan tujuan tersebut dalam pikiran, kita mulai bisa melihat siapa yang perlu dipengaruhi dan ke arah mana mereka perlu digerakkan. SUSTAIN menargetkan pemerintahan Prabowo sebagai audiens utama dari rekomendasi ini. Setelah memahami tujuan dan siapa saja pemangku kepentingan kunci, kami merumuskan pernyataan utama yang ingin diingat oleh mereka:

"Meskipun Indonesia tengah menghadapi tantangan ekonomi, transisi energi tetap memungkinkan untuk diprioritaskan."

Untuk mendukung pernyataan tersebut, kami juga menyusun tabel "dari–ke" (from–to) yang menggambarkan dengan jelas perubahan perspektif yang ingin dicapai dari para pemangku kepentingan serta seberapa jauh perubahan tersebut diperlukan untuk mendukung kebijakan ini.
Gambar 3: Tabel dari-menjadi untuk pengembangan narasi kebijakan SUSTAIN
  • Pertimbangkan risiko dan potensi penolakan
Setelah tujuan akhir dan pemangku kepentingan utama teridentifikasi dengan jelas, langkah penting berikutnya adalah mempertimbangkan potensi risiko, penolakan, serta kepentingan yang saling bertentangan, dan secara proaktif memasukkan temuan ini ke dalam narasi besar kebijakan.

Perubahan kebijakan jarang terjadi begitu saja. Para pemangku kepentingan mungkin memiliki kekhawatiran yang valid atau posisi yang sudah mengakar yang dapat memicu penolakan, seperti kekhawatiran terhadap gangguan ekonomi, tekanan politik, atau perlawanan dari kelompok kepentingan kuat seperti industri batu bara. Mengabaikan risiko-risiko ini dapat melemahkan kredibilitas pesan dan mengurangi peluang kebijakan untuk diterima.

Dalam kasus SUSTAIN, usulan untuk menerapkan pungutan terhadap perusahaan tambang batu bara, terutama di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu, berpotensi menghadapi penolakan dari pelaku industri, pemerintah daerah yang bergantung pada pendapatan batu bara, atau bahkan dari para pengambil kebijakan yang khawatir terhadap dampak ekonomi jangka pendek. Ketegangan seperti ini perlu diakui dan direspons, bukan dihindari.

Dengan memasukkan potensi risiko ini ke dalam narasi kebijakan, justru pesan yang disampaikan bisa menjadi lebih kuat. Alih-alih menggambarkan kebijakan sebagai solusi menang-menang yang sederhana, narasi perlu membingkai transisi energi sebagai pilihan strategis yang memang menuntut adanya trade-off, namun memberikan imbal balik berupa ketahanan ekonomi jangka panjang dan diversifikasi sumber daya.

Para pemangku kepentingan akan lebih mungkin percaya dan mendukung kebijakan yang mengakui kompleksitas realitas di lapangan dan menawarkan respons yang bijak terhadap tantangan yang mungkin muncul. Dengan mempertimbangkan potensi penolakan dan memasukkan wawasan ini ke dalam pendekatan komunikasi secara menyeluruh, narasi kebijakan tidak hanya menjadi lebih meyakinkan, tetapi juga lebih tahan terhadap tekanan politik dan sosial.
  • Mengubah bahasa “penelitian” menjadi bahasa yang lebih sederhana dan mudah dimengerti
Salah satu hambatan terbesar agar rekomendasi kebijakan bisa diperhatikan dan ditindaklanjuti adalah cara penyampaiannya. Laporan hasil riset sering kali menggunakan istilah teknis, gaya bahasa akademis, dan struktur yang rumit, yang mungkin masuk akal bagi para ahli, tetapi sulit dipahami oleh orang-orang yang justru perlu mengambil keputusan atau bertindak.

Itulah mengapa penting untuk menerjemahkan bahasa yang penuh jargon akademik menjadi kata-kata yang jelas, sederhana, dan mudah dipahami. Ini bukan berarti menyederhanakan secara berlebihan atau mengurangi makna dari isi kebijakan. Artinya, kita memilih kata-kata yang bisa cepat dimengerti dan relevan bagi orang di luar dunia riset, seperti pejabat pemerintah, jurnalis, pelaku usaha, atau masyarakat umum.

Dalam praktiknya, ini berarti mengganti frasa yang abstrak dengan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari, serta memecah ide-ide yang rumit menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana. Misalnya, alih-alih mengatakan “menerapkan instrumen fiskal untuk menginternalisasi eksternalitas,” kita bisa mengatakan “memberlakukan pajak atau insentif agar pihak yang mencemari lingkungan ikut menanggung dampaknya.” Tujuannya adalah agar pesan inti menjadi lebih mudah dipahami, lebih meyakinkan, dan lebih mudah diingat.

Singkatnya, cara kita menyampaikan sesuatu sama pentingnya dengan apa yang kita sampaikan. Membuat bahasa kebijakan lebih mudah diakses adalah kunci agar hasil riset bisa berdampak nyata di dunia nyata, bukan hanya berhenti di atas kertas.
Ciptakan perubahan sosial melalui narasi berbasis data dan riset bersama kami!

Kita adalah arsitek untuk narasi perubahan. C4C menjembatani riset dan komunikasi untuk merancang pesan serta narasi pendorong perubahan.

Kami menerjemahkan data dan pengetahuan menjadi tutur cerita strategis untuk membantu organisasi di sektor sosial dalam menjangkau publik, menginspirasi aksi, dan mendorong terjadinya perubahan. Mulai dari organisasi nirlaba yang ingin merancang tutur cerita maupun strategi berbasis riset untuk mendorong perubahan, C4C memiliki keahlian untuk mewujudkan visi tersebut. Dapatkan konsultasi gratis selama 1 jam untuk mengetahui bagaimana kami dapat mendukung visi Anda. Klik tombol di bawah untuk memulai!
Tertarik dengan program serupa?
Atur janji bicara