Menggunakan komunikasi strategis untuk memulai percakapan sulit

Perlu persiapan matang untuk memulai percakapan mengenai sejarah kelam yang disembunyikan. Memahami sifat dan kebutuhan audiens bisa memudahkannya.

By Alfian Dwi Kurniawan
September 15, 2023
Semua bangsa yang adil mirip satu sama lain; setiap bangsa yang tidak adil menderita dengan ketidakadilannya sendiri-sendiri. Bangsa Indonesia banyak menderita akibat trauma masa lalu yang belum pernah diobati sampai sekarang, terutama akibat Peristiwa 1965 dan Peristiwa 1998. Inilah yang coba diungkap oleh Buried Chapters, sebuah seri antologi dokumenter pendek produksi Talamedia yang bisa diakses gratis di Youtube.

Akhir tahun 2022 lalu, C4C membantu Talamedia untuk memasarkan Buried Chapters ke penonton sasaran mereka: anak muda usia 15 sampai 25 tahun yang tidak gandrung sejarah alias bukan “history buff”. Talamedia ingin penonton sasaran mereka tidak hanya menonton seri dokumenter, tetapi juga membicarakan isu yang dibawa oleh Buried Chapters. Tujuannya adalah agar anak muda tahu bahwa dua peristiwa tersebut benar-benar terjadi dan tidak boleh terulang lagi.

Kelompok usia tersebut tidak mengalami langsung dua peristiwa di atas. Namun, ada “politik mengingat” yang terus dijaga oleh para penguasa untuk melegitimasi kekuasaan mereka. Artinya, anak muda Indonesia dibentuk untuk percaya versi sejarah yang ditulis oleh pemerintah melalui buku sejarah, film, monumen atau museum, dan produk budaya lain.

Kepercayaan ini kemudian menjadi pandangan bawaan mereka dari awal (default position). Siapa yang tidak tahu istilah komunis? (Kan kita sebagai rakyat Indonesia harus antikomunis?) Dikotomi Pribumi versus Cina? (Orang Cina tidak bisa disebut orang asli Indonesia, kan?).

Dari awal kami tahu bahwa tugas kami adalah untuk memulai sebuah percakapan sulit yang bertumpu pada sudut pandang korban sejarah. Pertanyaannya, bagaimana cara mengajak anak muda untuk menonton dan kemudian membicarakan sesuatu yang rasanya tidak ada hubungannya dengan mereka? Apa untungnya buat mereka?

Kuncinya terletak pada memahami kebutuhan dan keresahan mereka.
Siapa sasaran penontonnya?
Supaya komunikasi yang kita lakukan efektif, kita perlu memikirkan bagaimana cara menimbulkan dampak ke penerima seperti yang kita inginkan dengan menggunakan sumber daya yang kita punya. Untuk bisa tahu caranya, kita harus memahami karakteristik dari siapa yang kita sasar terlebih dulu.

Berdasarkan riset, mayoritas anak muda Indonesia memiliki pandangan konservatif. Orang-orang dengan pandangan ini biasanya patuh pada otoritas dan menghargai ketertiban dan stabilitas. Ini adalah lapisan bawang pertama yang kami kupas dalam menemukan karakteristik mereka.

Lapisan bawang berikutnya berkaitan dengan sikap mereka terhadap isu yang diangkat oleh Buried Chapters. Kami kategorikan mereka ke dalam tiga kelompok: yang setuju atau mendukung, yang netral atau belum punya pendapat, dan yang tidak setuju atau menolak isu Buried Chapters. Pengelompokan ini berhubungan dengan sumber daya yang dimiliki Talamedia untuk memberikan dampak yang mereka inginkan.

Mencoba menjangkau anak muda yang sudah setuju dengan isu Buried Chapters sama saja dengan menggarami lautan (baca: berisik di echo chamber). Di sisi lain, mencoba meyakinkan anak muda yang menolak sudut pandang korban sejarah adalah usaha yang akan menghabiskan waktu dan tenaga, tetapi hasilnya tidak sepadan. Mereka sudah kokoh pada default position mereka, dan untuk mengubahnya diperlukan hal yang lebih besar daripada Buried Chapters.

Maka sudah jelas bahwa kami menyasar kelompok anak muda yang belum punya pendapat tentang isu ini. Mereka adalah gelas kosong yang siap dituangi air, dan Talamedia punya sumber daya untuk mengatur seberapa banyak air yang ingin mereka tuang. Sehingga, pertanyaannya adalah: Anak muda konservatif seperti apa yang bisa mendapat pelajaran baru setelah menonton dan kemudian membicarakan Buried Chapters?

Kami menyusun profil kelompok anak muda ini dan menyimpulkan bahwa mereka:
  1. Berpendidikan dan punya akses ke media
  2. Cenderung patuh pada otoritas dan menghargai ketertiban
  3. Bukan penggemar sejarah dan tidak familiar dengan isu ini
  4. Tidak gampang tertarik atau percaya dengan teori konspirasi
  5. Tidak punya motivasi untuk menolak atau setuju dengan pesan yang ingin disampaikan Buried Chapters.

Pada titik ini kami sudah tahu di mana posisi penonton sasaran Buried Chapters. Langkah selanjutnya adalah menghampiri mereka.
Apa untungnya buat mereka?
Secara garis besar, orang lebih susah diajak untuk bertindak jika mereka merasa tidak menemukan manfaat dalam tindakan tersebut. Komunikasi yang efektif selalu memposisikan pesan sebagai solusi dari permasalahan atau kebutuhan penerimanya. Apa permasalahan dan kebutuhan penonton sasaran Buried Chapters?

Berangkat dari profil kelompok anak muda di atas, kami membayangkan bahwa mereka baru saja memulai kehidupan sehingga menaruh harapan di masa depan. Dengan privilese yang mereka punya, mereka akan mencoba membuat dunia di sekitarnya agar sesuai dengan yang mereka harapkan. Pada saat yang sama, mereka sedang mencoba mengejar cita-cita sesuai dengan passion mereka.

Dengan situasi mereka sekarang, kami mengembangkan beberapa pendekatan narasi yang “menghampiri” mereka. Dua di antaranya adalah:
Pendekatan keadilan, karena mereka patuh pada otoritas dan menghargai ketertiban:
Kamu dan saya senang suasana yang tertib, aman, dan tenang. Dan kita ingin keadilan ditegakkan dalam bentuk hukuman yang setimpal, kompensasi untuk korban, dan perlakuan yang tidak pilih kasih. Tapi kita selalu kesal sekaligus kecewa mendengar kata “oknum” setiap kali mendengar bagaimana anggota polisi atau militer bisa bebas dari konsekuensi setelah melakukan tindakan-tindakan yang membuat orang biasa pasti dihukum. Mereka seolah selalu bisa lolos begitu saja dan kamu tidak paham bagaimana caranya. Kalau ingin tahu dari mana asal kejadian ini, kamu harus menonton Buried Chapters untuk paham bagaimana mereka bisa berada di atas hukum.
Pendekatan filmmaking, karena sebagian dari mereka sedang mencoba mengejar cita-cita sebagai sineas:
Kamu ingin membuat sebuah dokumenter untuk proyek selanjutnya. Kamu sedang berada di proses pengembangan ide, dan kamu mungkin mulai cemas kamu tidak bisa memakai footage yang sudah tersedia atau tidak bisa merekam adegan yang penting. Namun, kamu masih terbuka terhadap berbagai kemungkinan. Oleh karena itu, kamu bisa menonton Buried Chapters untuk melihat pendekatan-pendekatan kreatif yang bisa dipakai, seperti penggunaan animasi untuk menggambarkan hal-hal yang tidak bisa ditangkap oleh kamera.
Satu langkah menuju keadilan
Generasi muda tidak seharusnya menanggung beban masa lalu yang dilakukan oleh generasi sebelumnya, tapi memang begitu adanya. Pada gilirannya nanti, generasi muda akan memimpin bangsa Indonesia. Dan dengan demikian, mereka harus mengobati trauma masa lalu agar bisa membawa bangsa Indonesia menjadi lebih adil di masa depan. Tentu saja ini adalah proses yang kompleks, panjang dan non-linear. Namun, kita bisa mengusahakannya selangkah demi selangkah.

Buried Chapters adalah satu langkah yang bisa ditempuh anak muda menuju keadilan. Seri antologi ini sudah merilis dua dokumenter, “HOTLINE 1998” yang menceritakan pengalaman relawan call center korban kekerasan seksual pada kerusuhan Mei 1998 dan “Acung Memilih Bersuara” yang menceritakan seorang tapol 65 yang menjadi aktivis. Anda bisa menonton Buried Chapters gratis di Youtube.
Alfian Dwi Kurniawan
Written by
Associate Consultant

Related Articles