Jika Anda mencurigai bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut juga diajukan pada saat merancang strategi program, Anda benar. Pertanyaan-pertanyaan untuk mendesain komunikasi di ruang publik adalah pertanyaan-pertanyaan tentang strategi program.
Artinya, organisasi masyarakat sipil harus berhenti memperlakukan komunikasi publik sebagai kegiatan pelengkap alias embel-embel. Komunikasi publik hanya bisa efektif mempercepat perubahan jika dirancang dengan seksama saat kita membuat strategi program. Dengan kata lain, strategi komunikasi publik adalah bagian tak terpisahkan dari strategi program organisasi.
Merancang strategi dengan modus “yang penting ada”Sebagai konsekuensi dari langkah pertama, maka langkah selanjutnya adalah organisasi harus lebih serius menginvestasikan waktu dan tenaga dalam merancang strategi komunikasi publik.
Strategi adalah praktik menentukan cara terbaik menuju ke sana (tujuan) dari sini (titik awal). Pada hakekatnya, menyusun sebuah strategi adalah sama dengan menyusun sebuah argumen mengenai pendekatan mana yang paling tepat untuk mengatasi penghalang antara sini dan sana. Argumen ini tentu harus dibangun dengan premis-premis yang faktual, dari data yang akurat, dan asumsi yang realistis. Selain itu, premis-premis ini pun harus terikat dalam satu logika yang lempeng.
Sebagai sebuah argumen, strategi harus memiliki elemen-elemen berikut:
- Deskripsi tentang di mana kita sekarang (titik awal)
- Deskripsi tentang ke mana kita ingin sampai (titik akhir)
- Apa yang menjadi penghalang antara titik awal dan titik akhir (what stands in between)
- Pendekatan apa yang kita pilih untuk mencapai titik akhir (the chosen approach, the guiding policy; dalam strategi komunikasi elemen ini disebut sebagai change statement)
- Rangkaian langkah yang harus diambil (the course of action).
Seringkali dokumen yang diberi judul “strategi” melewati dua elemen penting yang sebetulnya adalah jantung dari sebuah strategi, yakni hipotesis tentang akar masalah dan pendekatan apa yang dipilih untuk mengatasi halangan tersebut. Padahal tanpa dua elemen ini, yang kita punya hanyalah
to-do list tanpa fokus, logika, dan implikasi pada alokasi sumber daya.
Strategi menuntut fokus, dan seringkali kita lupa bahwa fokus berarti pengorbanan. Dalam strategi, apa yang tidak akan kita lakukan sama pentingnya dengan apa yang akan kita lakukan. Tanpa hipotesis tentang akar masalah dan pendekatan yang dipilih untuk mengatasinya, kita tidak punya dasar yang kuat untuk menentukan apa yang akan kita korbankan.
Dalam strategi komunikasi yang baik,
change statement selalu dirumuskan dari sudut pandang sasaran komunikasi. Ada beberapa kesalahan yang sering saya amati dalam komunikasi publik organisasi masyarakat sipil dalam hal ini:
Pertama, gagal mendefinisikan dengan tegas siapa yang harusnya menjadi sasaran komunikasi. Sebutan seperti “masyarakat setempat” atau “masyarakat awam” tidak cukup. Gunakan deskripsi yang lebih detail, misalnya “warga kabupaten yang tadinya tidak memilih si bupati dalam pilkada kemarin, yang harus diyakinkan untuk menyumbangkan suara ke bupati ini agar bisa dipilih kembali”, atau “orang tua suami yang masih menganggap bahwa jika istri bekerja, maka suami turun derajatnya”.
Kedua, menggunakan satu output komunikasi untuk menyasar lebih dari satu kelompok sasaran. Jika kita melakukan hal ini, maka pesan dalam output itu menjadi kabur.
Ketiga, beranjak dari asumsi bahwa kelompok sasaran sama pedulinya dengan kita tentang isyu yang kita kawal. Sebagai organisasi yang mengawal isyu ini tentu Anda percaya bahwa ini penting untuk memperbaiki Indonesia, dan semakin banyak orang yang “melek” isyu ini, makin lancar jalan menuju Indonesia yang lebih baik.
Mungkin karena itu saya sering menemukan kata-kata seperti “mencerahkan”, “menyadarkan”, dan “mengedukasi” tersirat sebagai c
hange statement dalam strategi komunikasi publik. Padahal masyarakat umum, apalagi yang tidak terlibat langsung dalam isyu ini, punya banyak hal yang lebih mendesak yang menjejali pikiran dan menguras perasaannya.
Saya yakin komunikasi publik akan lebih efektif jika dimulai dengan asumsi bahwa sasaran kita mungkin tidak peduli, dan itu bukan salah mereka. Saya sendiri selalu mulai dengan posisi
default bahwa kelompok sasaran adalah
indifference (mungkin terjemahannya adalah acuh tak acuh). Konsekuensinya, saya selalu berpikir bahwa dalam banyak hal, komunikasi adalah upaya melawan rasa acuh tak acuh (f
ighting indifference). Memandang komunikasi publik lebih mirip sebagai bujuk rayu dan bukan pencerahan akan membawa saya pada strategi dan eksekusi yang lebih ampuh mendatangkan perubahan.
Enggan bekerja dengan praktisi profesionalKomunikasi adalah masalah stimulus dan respons. Respons adalah semua impresi yang muncul dalam pikiran atau perasaan orang-orang tentang suatu hal — dalam hal ini, isyu yang kita usung. Stimulus adalah segala elemen sensoris dan pengalaman, baik yang sengaja dirancang atau tidak, baik datang langsung atau melalui orang lain, yang bisa menimbulkan berbagai respons tersebut.
Strategi berkaitan dengan menentukan respons yang tepat di orang yang tepat, melalui cara dan media yang tepat, dalam waktu yang tepat. Strategi adalah urusan logika (
logic). Sementara kreativitas dan imajinasi dibutuhkan untuk menyusun stimulus yang bisa menggugah dan mengalahkan ketidakpedulian. Ini adalah
magic yang melampaui logika.
Saya percaya bahwa peradaban maju antara lain karena ada spesialisasi, pembagian tugas, dan pertukaran sukarela antara para spesialis. Demikian pula halnya untuk membuat
magic dari komunikasi publik organisasi masyarakat sipil. Apalagi saat ini, sudah banyak pekerja kreatif berkualitas yang bekerja mandiri. Platform atau
marketplace yang mempertemukan antara pengguna jasa dan mereka pun sudah banyak di Indonesia, seperti FIverr, Upwork, Freelance.com, Projects.co.id, Sribulancer, dan Behance. Belum pernah organisasi masyarakat sipil punya pilihan sebanyak ini untuk menemukan praktisi profesional yang sesuai dengan anggaran dan kebutuhan, seperti saat ini.
Organisasi masyarakat sipil bisa mempunyai hubungan kerja yang produktif dengan praktisi profesional asalkan dari awal sudah memberi arahan (
brief) yang jelas dan tidak berubah-ubah di tengah jalan. Seringkali dengan arahan yang baik, praktisi profesional akan tertantang atau terdorong untuk melibatkan diri dalam isyu ini. Dalam proses pembuatan
output komunikasi, organisasi masyarakat sipil memberi umpan balik yang spesifik dan bertolak dari arahan, bukan dari selera dan asumsi pribadi. Dan tentu saja, ini semua percuma tanpa pembayaran dan proses yang transparan dan adil.
Kami mempunyai blanko arahan buat pekerja kreatif profesional yang bisa Anda gunakan. Jika Anda memerlukannya, Anda bisa meninggalkan pesan di situs
kami. Namun Anda harus sudah mempunyai strategi komunikasi yang tajam dan lengkap untuk bisa mengisi blanko itu dengan baik.
Kesimpulannya: jika ingin lebih sering melakukan komunikasi publik yang ampuh mengakselerasi perubahan, organisasi masyarakat sipil mempunyai tiga pekerjaan rumah utama. Pertama, berhenti memperlakukan komunikasi publik sebagai anak bawang; kedua, mulai berinvestasi lebih serius untuk menyusun strategi komunikasi bersamaan dengan strategi program; dan terakhir, mulai mencoba untuk bekerja dengan praktisi profesional.
Godspeed, rebels.