Menembus ruang gema dengan kreativitas, humor, dan strategi
Klien:

Tahun:
Sindikasi Pemilu dan Demokrasi

2021-2022
Dimulai dari kuartal terakhir 2021, Communication for Change (C4C) melakukan asistensi teknis kepada Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) untuk melaksanakan kampanye mendesak perubahan ambang batas elektoral untuk calon presiden dan wakil presiden yang sekarang terlalu tinggi, sehingga menekan hak warga negara untuk dipilih dan memilih berjudul Kampanye Cek Suaramu.

Kampanye ini berlangsung secara daring, mulai tanggal 23 Mei sampai 24 Juli 2022 (63 hari), dan menggunakan gim berjudul “Cek Suaramu” sebagai “umpan” untuk menarik perhatian sasaran kampanye. Selain itu, kampanye ini menggunakan iklan berbayar untuk meningkatkan engagement video singkat di Facebook dan Instagram, serta menggunakan jasa dua orang influencer media sosial.

Kampanye ini telah berhasil menanamkan bibit pengetahuan tentang problematika ambang batas elektoral ke kalangan awam dan juga kepada pihak yang berada di luar ruang gema aktivisme.

Mengenali audiens sebelum berkampanye
Sebelum menjalankan kampanye ini, di bulan November 2021 C4C mengadakan survei terhadap pengguna internet dalam rentang usia 18-33 tahun. Di dalam survei ini, kami menemukan bahwa 56% pengguna internet muda di Indonesia tahu tentang aturan ambang batas elektoral. Namun, 52% dari mereka setuju dengan pernyataan "semakin sedikit kandidat, semakin baik”.

Ketidaktahuan mengenai ambang batas elektoral cenderung terjadi di mereka yang berusia 22 tahun ke atas. Namun perlu dicatat bahwa mereka pun lebih cenderung tidak setuju dengan pernyataan “makin sedikit kandidat, makin baik”, bisa jadi orang di rentang usia yang pernah mencoblos surat suara lebih merasa butuh kandidat presiden yang lebih variatif.

Melihat hal ini, ada dua hal yang perlu dilakukan oleh kampanye:
  1. Mengubah pendapat awam, dari “aturan ambang batas elektoral tidak bermasalah” menjadi “aturan ambang batas perlu diperbaiki”
  2. Menjawab kegelisahan mereka yang merasa kekurangan pilihan presiden.

Mengingat pesan ini perlu diterima sebanyak mungkin orang, tentu ia perlu menjangkau mereka yang saat ini berada di luar ruang gema (echo-chamber) aktivisme demokrasi,bukan followers SPD atau organisasi sejenis di media sosial.

Dengan pertimbangan ini, kami memutuskan untuk mengambil pendekatan humoris dalam bentuk sebuah gim daring berjudul Cek Suaramu di mana pemain akan menakar kesempatan jagoan mereka, namun hasilnya akan selalu 0% karena aturan ambang batas yang terlalu ketat. Tujuan dari gim ini adalah untuk membuat pesan yang berat menjadi lebih ringan.

Sementara untuk mengundang sasaran kampanye di luar echo chamber untuk mengunjungi gim ini, kami menggunakan iklan berbayar berupa video singkat yang ditayangkan di Facebook dan Instagram. Post influencer dalam kampanye ini hanya digunakan untuk menyampaikan pesan, bukan untuk mengajak orang bermain gim.

Contoh iklan dalam kampanye

Iklan dan gim berhasil menanam bibit pengetahuan bagi audiens kampanye
Iklan-iklan ini ternyata lebih menarik mereka yang berusia 25 -34 tahun, kalangan yang menurut survei baseline kami belum sepenuhnya mengetahui tentang aturan ambang batas pencalonan presiden. Kalangan ini juga adalah yang cenderung tidak setuju dengan pernyataan bahwa “semakin sedikit capres, semakin baik”. Perlu diperhatikan bahwa iklan bertema politik hanya akan disajikan platform Meta ke pengguna internet berusia 21 tahun ke atas.

Secara total, kampanye ini menjangkau 1.910.432 orang. Dari semua individu yang dijangkau, jumlah pemain gim di situs yang sampai selesai dan menerima pesan tentang problematika ambang batas elektoral adalah 28.723 pengguna unik.

Sementara itu, total view dari end-screen gim ini adalah 42.440 views, yang berarti sebagian dari pemain mencoba ulang gim ini dan membaca isu mengenai electoral threshold lebih dari satu kali.

Rencana yang tepat dapat membuat kampanye menjadi lebih cost-effective
Kampanye yang berjalan selama 63 hari ini sudah menjangkau kalangan awam di luar ruang gema aktivisme dalam waktu yang sangat singkat. Total biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan kampanye di media sosial adalah sebanyak 50 juta rupiah dan menghasilkan 28.723 total pemain. Maka, biaya untuk memaparkan problematika electoral threshold dalam 63 hari adalah sebesar Rp 1.752 per orang.

Kita bisa bandingkan ini dengan biaya webinar sebanyak 1 sampai 2 kali per bulan dengan asumsi rata-rata biaya sekitar Rp 8.000.000. Satu kali webinar dapat mencapai 100 sampai 300 peserta per webinar sehingga ongkos pesan per orang adalah sekitar Rp20.000 – Rp160.000.

Hal lain yang perlu diingat adalah 100 sampai 300 orang yang mau mengikuti webinar ini adalah orang-orang yang pada dasarnya sudah memiliki ketertarikan dengan isu yang dibahas, bukan audiens baru. Sehingga bisa disimpulkan webinar belum mampu memecah ruang gema.

Pada akhirnya, meskipun kita bisa mendorong pesan kita melalui iklan berbayar dan influencer, namun pengguna yang bertahan sampai akhir adalah hasil dari konsep gim yang membuat mereka penasaran. Ini adalah cara C4C untuk menjalankan kampanye: pendekatan kreatif yang beranjak dari topik yang sudah menjadi perhatian sasaran kampanye. Dalam bahasa Inggris, pendekatan ini istilahnya adalah “meet people where they are”, yang bisa kami gapai dengan melalui proses:
  • Awali dengan investasi untuk melakukan survei baseline untuk mengenali audiens.
  • Tahan keinginan untuk langsung “mengedukasi” awam tentang isu, namun coba cari jalan masuk melalui topik yang sudah menjadi perhatian atau minat mereka.
Lalu gunakan iklan berbayar dengan pendekatan kreatif yang tepat untuk mengejar hasil yang lebih cost-effective untuk menembus ruang gema. Detil mengenai perbandingan biaya kampanye ini bisa dibaca di artikel kami.

Jika Anda juga percaya bahwa persuasi kreatif adalah salah satu cara untuk mendorong isu, maka kami siap untuk membantu Anda. Jadwalkan konsultasi gratis selama 1 jam dengan mengklik tombol kontak di bawah ini dan mari diskusikan cara untuk memulainya.
Tertarik dengan program serupa?
Atur janji bicara