Tahapan melakukan kampanye gerakan sosial seiring dengan pemahaman audiens
Program
Tahun:
Bumi Kepanasan
2023-2024
Pada tahun 2023 hingga 2024, bekerja sama dengan berbagai organisasi masyarakat sipil dari seluruh Indonesia, C4C melakukan kampanye open-source berjudul "Bumi Kepanasan" untuk menanamkan urgensi di kalangan pengguna media sosial yang belum mengetahui tentang kebijakan mitigasi perubahan iklim. Artikel ini membahas tentang pelajaran yang kami petik dari kampanye tersebut.

Salah satu metode yang digunakan oleh banyak organisasi masyarakat sipil (OMS) atau aktivis untuk mendorong perubahan sosial adalah dengan merancang kampanye gerakan sosial. Kampanye-kampanye ini sering kali dilakukan secara daring dengan harapan dapat menjangkau khalayak luas. Namun, para juru kampanye sering kali merasa frustasi karena kampanye yang mereka anggap "ramai" tampaknya tidak membawa perubahan nyata pada opini publik, apalagi perubahan sistemik atau struktural.

Sangat penting untuk menyadari bahwa perubahan sosial jarang terjadi dalam waktu singkat. Perubahan sosial merupakan proses bertahap yang membutuhkan kesabaran, ketekunan, perencanaan strategis, dan ekspektasi yang realistis tentang bagaimana manusia mengubah perilaku mereka. Kampanye gerakan sosial harus dilihat sebagai sebuah proses panjang untuk melibatkan masyarakat yang acuh tak acuh menjadi warga negara yang siap untuk melakukan tindakan kolektif, dengan indikator keberhasilan yang berbeda di setiap tahapnya.
Kampanye perubahan sosial bukan sekadar aksi dan unjuk rasa

Encyclopedia Britannica mendefinisikan gerakan sosial sebagai “kampanye yang cukup terorganisir dan berkelanjutan untuk mendukung tujuan sosial, biasanya berupa penerapan atau pencegahan perubahan dalam struktur atau nilai masyarakat.”
Kampanye gerakan sosial dapat bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan, dengan landasan bahwa perubahan hukum dapat secara signifikan mempengaruhi norma dan perilaku. Sebagai contoh, mengadvokasi kebijakan lingkungan yang dapat mempercepat adopsi energi terbarukan dapat mengubah perilaku perusahaan dan pola konsumsi individu, yang pada akhirnya berdampak pada upaya mitigasi perubahan iklim yang lebih luas.

Salah satu contoh yang bisa dilihat adalah kampanye hak pilih untuk perempuan Inggris oleh para suffragettes. Sebelum kampanye, perempuan di Inggris sebagian besar tidak terlibat dalam politik. Undang-undang seperti Representation of the People Act tahun 1832 hanya mengizinkan pria yang memiliki properti untuk memilih dan mengabaikan perempuan.

Setelah upaya yang tak kenal lelah dan melalui berbagai cara, termasuk rapat umum, petisi, dan advokasi, keadaan mulai berubah. Representation of the People Act tahun 1918 merupakan sebuah batu loncatan, beberapa perempuan berusia di atas 30 tahun kini memiliki hak pilih jika mereka memenuhi persyaratan tertentu. Kemudian, pada tahun 1928, undang-undang tersebut diperbarui untuk memberikan hak suara yang sama kepada semua perempuan dengan menurunkan usia pemungutan suara menjadi 21 tahun.

Bersamaan dengan perubahan ini, Sex Disqualification (Removal) Act yang terbit pada 1919 membuat diskriminasi terhadap perempuan dalam pekerjaan dan profesi menjadi ilegal. Undang-undang baru ini meruntuhkan batasan dan memberikan lebih banyak kesempatan bagi perempuan untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat.

Kampanye yang kita rancang perlu menjangkau demografi atau komunitas tertentu untuk mendorong perubahan perilaku. Pendekatan ini melibatkan intervensi yang bertujuan untuk mengubah sikap dan praktik dalam kelompok-kelompok ini. Misalnya, kampanye untuk mencegah anak muda mulai merokok dapat melibatkan program pendidikan di sekolah, kampanye iklan yang ditargetkan, dan kelompok pendukung anti-rokok yang disesuaikan dengan demografi yang paling berisiko.

Pada intinya, kampanye perubahan sosial dilaksanakan untuk mengatasi masalah sistemik melalui advokasi kebijakan dan/atau intervensi perilaku yang diharapkan. Dengan memahami keterkaitan antara perubahan kebijakan dan perilaku individu, juru kampanye dapat mengembangkan strategi yang lebih komprehensif untuk menghasilkan transformasi sosial yang bermakna dan berkelanjutan.
Perubahan sosial didorong oleh perubahan perilaku individu

Seperti yang kita ketahui, langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengubah masyarakat sangatlah menantang. Secara alami, mereka yang tidak terbiasa dengan suatu isu perlu melalui banyak tahapan sebelum mereka akhirnya bersedia terlibat dalam aksi kolektif untuk mendorong perubahan sosial. Sebagai analogi, para juru kampanye dapat melihat diri mereka sebagai pemasar yang mencoba menjual "produk" baru yang belum pernah dikenal sebelumnya. Oleh karena itu, dengan menggunakan model AIDA (Attention, Interest, Desire, Action) yang biasa digunakan dalam dunia pemasaran, kita dapat membayangkan tahapan masyarakat dapat terpapar isu hingga akhirnya melakukan tindakan.

AIDA adalah sebuah kerangka “perjalanan” yang menguraikan tahapan-tahapan yang biasanya dilalui oleh individu saat terpapar dengan sebuah pesan. Kerangka perjalanan ini terdiri dari empat tahap kunci:
  • Attention (Perhatian), di mana tujuannya adalah untuk menarik perhatian audiens dan membuat mereka sadar akan pesan tersebut.
  • Interest (Minat), di mana fokusnya adalah mempertahankan minat audiens dengan memberikan informasi yang relevan dan argumen yang menarik
  • Desire (Keinginan), melibatkan upaya untuk membangkitkan keinginan terhadap produk atau pesan dengan menggugah emosi, nilai, atau aspirasi.
  • Action (Tindakan), di mana tujuan utamanya adalah menginspirasi audiens untuk melakukan tindakan tertentu, seperti melakukan pembelian atau mendukung suatu tujuan.
AIDA digambarkan dalam bentuk segitiga atau corong terbalik. Hal ini menggambarkan kenyataan bahwa jumlah orang akan selalu berkurang di setiap tahapan perjalanannya, dan ini adalah hal yang sangat wajar. Ini adalah perkembangan alami yang harus kita harapkan dalam kampanye kita.

Semua interaksi selalu dimulai dari nol

Studi kolaborasi C4C dengan Development Dialogue Asia (DDA) mengindikasikan bahwa bahkan untuk isu-isu yang mereka pedulikan, masyarakat kita cenderung enggan terlibat dalam gerakan sosial. Meskipun setiap orang memiliki kepedulian atau ketertarikan terhadap isu tertentu, mereka sering kali ragu untuk berpartisipasi secara aktif dalam aksi kolektif yang bertujuan untuk mengatasi masalah tersebut. Namun, jika kita melihat polanya, masyarakat cenderung bergabung dalam aksi ketika partisipasi tersebut tidak terlalu beresiko atau tidak terlalu sulit.
Dalam survei lain yang kami lakukan bersama Kantar Indonesia, kami menguji beberapa pesan tentang bahaya yang ditimbulkan oleh pemanasan global dengan berbagai kelompok responden. Dalam survei ini, responden lebih tertarik dengan pesan yang lebih berpusat pada profil, khususnya yang menyebutkan keluarga, agama, dan pendapatan mereka.

Temuan ini menunjukkan bahwa masyarakat akan selalu lebih peduli terhadap isu yang bisa mereka lihat di depan mata, atau isu yang relevan dengan mata pencaharian mereka. Inilah sebabnya, setiap kali kita memulai kampanye perubahan sosial, kita perlu memulai dari nol: bahwa sebagian besar masyarakat tidak mengetahui atau terlibat dalam isu yang kita kampanyekan.

Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit

Mari kita lihat kembali tahapan perubahan masyarakat dari tidak acuh menjadi peduli dalam corong model AIDA untuk kampanye perubahan sosial. Di sini, kita dapat melihat berbagai tahapan yang perlu dilalui, dengan menekankan bahwa kampanye harus dilihat sebagai upaya untuk secara bertahap menggerakkan masyarakat dari satu tahap ke tahap berikutnya.
Terpapar isu

Pada fase ini, kita berbicara dengan orang-orang yang saat ini berada di "titik nol". Penting untuk mendefinisikan tujuan fase ini dengan menjangkau audiens yang berada di luar ruang gema aktivisme. Kita dapat melakukan ini dengan menggunakan iklan, atau kampanye kreatif untuk "mencuri" perhatian dan menggugah emosi agar mereka peduli.
Ini akan menjadi fase yang paling lama karena masyarakat membutuhkan paparan berulang kali terhadap pesan kita, harapannya adalah agar mereka dapat terpancing untuk melakukan tindakan. Sehingga, pesan perlu disampaikan secara terus-menerus agar anggota masyarakat terpapar dengan pesan yang sama. Penyampaiannya juga perlu dilakukan dalam skala besar karena penelitian menunjukkan bahwa agar perubahan sosial terjadi, kita perlu mengubah pendapat 25% anggota masyarakat.


Singkatnya, kita membutuhkan 25% masyarakat Indonesia untuk terpapar pesan yang sama setidaknya 7 kali selama fase kampanye ini sebelum kita bisa berharap mereka akan berpindah ke lapisan berikutnya.

Satu hal yang juga penting untuk dipahami adalah bahwa pada tahap kampanye ini, kita tidak memerlukan ajakan bertindak yang jelas atau menuntut karena kita ingin agar pesan yang kita sampaikan dapat melekat di benak mereka.

Teryakinkan bahwa isu ini adalah masalah bersama

Setelah terpapar isu, masyarakat perlu diyakinkan bahwa masalah yang mereka hadapi juga dihadapi oleh banyak orang lain. Masalah tersebut disebabkan oleh masalah sistemik dan bukan oleh beberapa oknum. Hal ini penting untuk menyadarkan mereka bahwa mereka bukanlah satu-satunya yang terkena dampak dan mereka harus bergerak bersama dalam aksi kolektif dengan orang-orang yang memiliki nasib yang sama dengan mereka.

Perasaan senasib sepenanggungan dapat memberdayakan masyarakat karena sekarang mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi masalah mereka. Keyakinan ini juga memainkan peran penting dalam membuat mereka mempercayai tindakan kolektif di kemudian hari.

Percaya bahwa mereka bisa membantu menyelesaikan masalah

Setelah mereka menyadari adanya masalah, mereka perlu dibuat sadar akan peran mereka dalam menyelesaikannya. Menginformasikan mereka tentang masalah tersebut harus disertai dengan memberikan solusi yang membuat mereka percaya bahwa hal ini dapat dicapai dalam kendali mereka.

Selain itu, penting untuk memberdayakan individu dengan menyoroti langkah-langkah nyata yang dapat mereka lakukan untuk berkontribusi pada solusi. Inilah sebabnya mengapa penting untuk menanamkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab pada fase sebelumnya sehingga orang lebih cenderung terlibat secara aktif dan gigih dalam upaya mengatasi masalah.

Bergabung dalam aksi

Setelah masyarakat percaya bahwa mereka punya andil dalam menyelesaikan masalah, mereka dapat "ditangkap" oleh OMS/aktivis untuk berpartisipasi dalam aksi kolektif. Penting untuk diingat bahwa setiap orang memiliki tingkat partisipasi yang berbeda. Jadi, OMS perlu menciptakan berbagai tingkat aktivisme yang dapat dilakukan oleh masyarakat, mulai dari keterlibatan yang lebih “ringan” hingga yang lebih “berat”. Hal ini dapat mencakup kegiatan dengan hambatan rendah seperti menandatangani petisi, menghadiri acara peningkatan kesadaran, atau berpartisipasi dalam diskusi masyarakat. Ketika individu menjadi lebih terlibat dan berkomitmen, mereka dapat secara progresif terlibat dalam tindakan yang lebih menuntut, seperti menjadi sukarelawan untuk proyek-proyek akar rumput, mengorganisir inisiatif lokal, atau berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa dan protes.

OMS dan aktivis memiliki peran penting dalam memfasilitasi perkembangan ini, memberikan kesempatan untuk keterlibatan yang berarti, menawarkan dukungan dan sumber daya, serta memastikan keamanan dan kesejahteraan peserta selama proses berlangsung. Dengan menawarkan berbagai pilihan keterlibatan dan menghormati tingkat kenyamanan dan batasan individu, para pegiat dapat secara efektif memobilisasi berbagai segmen masyarakat dan memanfaatkan kekuatan kolektif mereka untuk perubahan sosial.

Juru kampanye perlu memutuskan waktu yang pas untuk beranjak ke tahap selanjutnya
Mengasumsikan bahwa semua orang mulai dari titik nol adalah hal yang tepat dilakukan di awal. Tapi, kita tidak bisa bertahan dengan asumsi ini sepanjang kampanye berjalan. Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah pesan kita telah menimbulkan efek di masyarakat adalah dengan melakukan penelitian berkala untuk melihat apakah ada perubahan dalam pemikiran dan tindakan audiens kita. Data ini akan membantu kita membuat keputusan yang tepat dalam kampanye kita untuk kampanye yang lebih efisien.

Pada akhirnya, kunci dari keberhasilan kampanye publik adalah perencanaan yang matang berdasarkan data empiris dan kesadaran bahwa setiap tahap memiliki indikator keberhasilan yang berbeda. Dengan langkah-langkah yang matang, kita dapat menyesuaikan pendekatan dan menyesuaikan strategi dengan cepat untuk menghasilkan perubahan yang kita impikan.
Tertarik dengan program serupa?
Atur janji bicara